Minggu, 06 November 2011

Pengalaman Jadi Pengebet


Kecemasan melanda diri gue. Sesuatu yang ga gue inginkan kini ada di depan mata dan harus gue lakukan demi kelancaran pengibaran.
Hashi, tidak dapat hadir untuk mengibarkan sang Merah-Putih pada Peringatan Sumpah Pemuda. Padahal, dia memiliki tugas yang sangat penting, Pengebet. Sebelumnya dia sempat bilang kalau dia sakit tapi tetap mengusahakan akan datang. Namun, pada saat hari H, kondisinya belum memungkinkan hingga harus di gantikan oleh gue.
Rasa panik, kaget dan dag dig dug langsung melanda gue. Pasalnya, gue ga pernah jadi pengebet selama mengibarkan bendera, apalagi Peringatan Hari Besar Nasional. Meskipun H-1 gue sukses mengebet bendara latihan selama menunggu Hashi yang belum datang, tapi itu hanya sekali-kalinya. PDU-pun ga ada.
Di satu sisi, gue juga harus pidato tentang Sumpah Pemuda sebagai Senior Kreatif dan Duta PasNine. Dan gue belum menghafal teks itu. -_-
Hashi bilang Ibunya mau mengantarkan perlengkapannya. Namun, barang yang di perlukan, PDU tidak di bawa karena ada di rumah Om-nya. Kami jadi panik, sedangkan waktu hanya tinggal beberapa menit lagi. Akhirnya, sang Baki 2, Santy Meiliana harus merelakan PDU nya untuk gue, kami tukeran.
Tugas kami di mulai, meskipun sudah beberapa kali mengibarkan tetap saja masih ada yang merasa panik, apa lagi gue. *bayangin, 1 kali latihan doang. Ckckck…* Ocehan-ocehan peserta upacara terlontar saat kami masuk ke lapangan, entah apa yang mereka katakan. Yang jelas, jantung gue rasanya mau copot saking tegangnya.
Danton, Rizky, laporan. Di lanjutkan dengan Baki 1, Ike *ga pernah ganti. Ckckck…* bersama 2 paswal, Kiki dan Dini mengambil Sang Merah-Putih. Lalu kembali ke tengah lapangan untuk buka Formasi agar P3 (Pengerek, Pengibar dan Pengebet) bisa lewat. P3 kali ini terdiri dari 3 senior putri, Khusnul, Najmi dan gue.
Jantung gue makin berpacu dengan sangat cepat saat Najmi mengambil alih P3 untuk melaksanakan tugas terakhirnya. Sekali lagi, tali kail bendera terlepas dari tangan pengerek. Kali ini, bukan karena ‘anak kecil’, tapi memang licin tanggannya, ucap si Pengerek. Daaannnnnn…… Giliran tugas gue. Bendera sudah ada di genggaman dan siap di tarik. Tapi, gue merasa ada yang salah dengan bendera. Khusnul dan Desi mengira gue salah pegang bendera, padahal sudah benar.  Tapi pelipatan bendera yang salah. Lipatan yang harusnya ada di dalam lipatan, berada di luar lipatan hingga membuat gue bingung gimana cara mengatasinya. Memakan waktu beberapa detik hingga gue akhirnya merasa yakin dengan bendera yang ada di tangan gue. Dengan yakin, panik dan dag dig dug, sambil menarik nafas panjang, gue melangkah ke belakang 4 kali, meletakan bendera di dada lalu membentangkan sang Merah Putih. Sukses… Bendera yang gue bentangkan tepat, Merah-Putih. Kata “wwiihh…” terlontar dari beberapa peserta. Setelah gue bilang “Bendera Siap!” ke Pemimpin upacara, gue melihat beberapa orang yang berada di dalam pasukan tertawa kecil, juga beberapa peserta. Katanya, suara gue lucu. Ckckck… Entah emang lucu atau jelek tu suara gue. Ckck… Ga peduli, yang penting gue sukses. Ga nyangka banget, Cuma latihan sekali dan ada kesalahan teknik, gue tetep bisa ngebet. *wink-wink* #Seneng tingkat tinggi.
Di penghujung upacara, gue dan Desi pidato. Saat pidato, gue baru benar-benar menyadari kalo suara gue itu jelek. Sumpah… Cempreng banget. Ckckck… Pasang muka baja aja, yang penting sukses. Hahahaha…

HAHAHA.... menor banget kaya jambu. ckckck...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar